Sindiran untuk Para Koruptor

Judul Buku         : Tikuse Pada Ngidung         
Penulis               : Mohamad Sobary  
Tebal                 : viii + 282 Halaman
Penerbit             : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan             : 2018
ISBN                 : 978-602-424-740-9
Korupsi sepertinya sudah menjadi penyakit akut, yang susah diobati di negara ini. Tak hanya sekali dua kali, pemberitaan tentang operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan komisi pemberantasan korupsi (KPK) terhadap para koruptor, baik pelakunya dari kalangan pemerintah maupun swasta yang terkait hajat hidup rakyat Indonesia.
Melalui buku ini, Mohamad Sobary menyindir para koruptor, di mana mereka selalu berusaha menyerang dan memperlemah lembaga yang memberantas sikap kotor mereka. Sebenarnya para koruptor ini, menyadari bahwa perbuatan mereka termasuk perbuatan terlarang dan menyusahkan rakyat. Kesadaran boleh setinggi langit, tetapi kesadaran tersebut hanya berhenti pada kesadaran saja dan tak diikuti wujud tindakan, maka kesadaran tak akan pernah menimbulkan perubahan(Hal 65).

Jika para pelaku korupsi ini, ingat dan memahami pada perjuangan dan perjalanan sejarah bangsa ini dalam meraih kemerdekaan. Mestinya mereka malu, untuk mencuri hak rakyat. Bangsa besar ini memperoleh kemerdekaannya melalui perjuangan sporadis di berbagai daerah, dengan pemimpin daerah; sultan, raja, atau pemimpin masyarakat lain yang juga mendambakan kemerdekaan. Banyak perlawanan bersenjata yang terjadi sejak awal pergerakan kemerdekaan. Banyak korban jatuh sebagai pembela bangsa. Mereka kita sebut sebagai kusuma bangsa. Gugur, mati di medan tempur, tak menyurutkan semangat kita. Sebaliknya, mereka yang gugur telah menjadi kekuatan dan semangat baru yang begitu berkobar di dalam jiwa kita (Hal 79).
Para koruptor ini, tidak hanya merampok uang rakyat secara langsung dengan mengambil anggaran dalam proyek-proyek, tetapi masuk juga dalam mengatur regulasi suatu kebijakan untuk memuluskan akal busuk mereka. Contohnya dalam aturan persaingan pasar global. Tekanan-tekanan pasar global dan perdagangan global yang rakus, serakah, dan ekspansif  tak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah, yang memiliki kewenangan terhadap regulasi pasar, harus turun tangan dan mengatur landasan ideologis beroperasinya sistem perdagangan dengan bijaksana. Tidak bisa dibenarkan jika pemerintah yang berkuasa atas hampir segalanya, malah menyerahkan hampir segalanya pula kepada pasar. Pasar bukanlah pemerintah. Maka pasar harus tunduk kepada pemerintah, yang memegang kekuasaan regulasi. Segala yang sudah didominasi kekuatan global dan terlanjur menjadi bagian aturan global, bukan berarti membuat kita tak berdaya (Hal 141).
Untuk itu, sangat diperlukan sosok pemimpin negara yang bisa berlaku tegas dan bijaksana. Yaitu pemimpin tak perlu terlibat dalam diskursus, yang tak ada ujung pangkalnya. Seorang pemimpin, berada di depan atau di belakang, bahkan jika di tengah pun, harus mengemban tanggung jawab publik yang tak ringan. Ia tak boleh takut, tak boleh mengeluh, dan tak boleh menangis. Tanggung jawab membuatnya cekatan, rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran. Bahkan, pengorbanan jiwa tak dihindarinya jika keadaan memerlukan hal seperti itu. Pemimpin harus memecahkan persoalan secara adil dan bijaksana (Hal 206).
Buku menyajikan 50 esai  dengan bahasa yang ringan, beberapa esai ditulis dengan prolog cerita yang diambil dari kisah-kisah pewayangan sampai dengan buku klasik dari Jepang berjudul Totto-chan: Gadis Kecil di Tepi Jendela hingga Film The Magnificent Seven. Sehingga, melalui buku ini pembaca tidak hanya akan mengetahui kondisi bangsa, tetapi akan mendapatkan berbagai wawasan baru yang bermanfaat. 

Comments