Kearifan Lokal dalam Bahasa Punan Tuvu`




Judul                                      : Petualangan Unjung dan Mbui Kuvong
Pengumpul dan Penyunting      : Nicolas Césard, Antonio Guerreiro, 
                                                 dan Antonia Soriente 
Tebal                                       : 382
Penerbit                                   : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan                                   : Pertama, Desember 2015
ISBN                                       : 978-979-91-0976-7
Bahasa sebagai salah satu unsur dari budaya suatu masyarakat, menyimpan banyak kearifan lokal dan pandangan hidup bagi masyarakat pendukung budaya tersebut. Jika suatu bahasa sudah jarang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka dikhawatirkan cepat atau lambat bahasa tersebut tidak akan dikenal lagi oleh masyarakat asalnya. 

Hal ini yang dijelaskan dalam buku Petualangan Unjung dan Mbui Kuvong, yang memuat sastra lisan dan kamus Punan Tuvu`. Bahasa Punan Tuvu` merupakan bahasa dari masyarakat suku Punan Tuvu` yang berada di Kalimantan Utara.
Masyarakat Punan Tuvu` dan variannya Punan Malinau dan Punan Mentarang tersebar dalam beberapa desa, baik di hulu Sungai Tubu maupun di daerah yang lebih dekat dengan perkotaan seperti Desa Respen Tubu. Jumlah penutur bahasa Punan Tuvu` walaupun dengan berbagai perbedaan yang cukup mencolok dari satu dialek ke dialek lain, berkisar sekitar 4.000 orang. Tentunya situasi kebahasaan di daerah hulu, yaitu di Desa Long Ranau, Long Nyau, Long Pada, Rian Tubu, Long Titi atau Bila` Bekayuk bisa sangat berbeda dengan situasi di Respen yang karena kedekatannya dengan ibukota kabupaten, lebih cenderung pada pemakaian bahasa campuran dan pengaruh bahasa dan budaya dari kehidupan kota  dan dari bahasa suku yang lain (Hal 33).
Bahasa Punan Tuvu` yang disajikan dalam buku ini, adalah Punan Tuvu` yang datanya lebih banyak diambil dari penutur yang  tinggal di Respen Tubu. Buku ini berisi sembilan kisah, yang dalam bahasa Punan Tuvu` disebut mbui, berjudul Unjung Nyenginan, Unjung Nyalo, Mbui Otuh Kaci`, Jalung Iket unan Jalung Kemou, A`mangun Cai, Pu`un kun, Mbui Towé unan Beruk, Mbui Telau`, dan Mbui Kuvong.
Kisah-kisah ini tergolong dongeng, legenda, dan mitos yang melintasi suku Punan Tuvu` yang diwariskan dari generasi ke generasi sejak dahulu kala (Hal 35). Umumnya kisah ini diceritakan saat malam hari, di dekat api unggun, kisah-kisah ini merujuk kepada suatu masa ketika keluarga-keluarga Punan hidup dalam hutan dan berpindah tempat secara teratur sesuai dengan sumber-sumber hutan yang ada. Kisah-kisah ini selalu diceritakan kaum lelaki saat mereka berkumpul di bivak atau di dalam pondok tempat mereka berteduh (lepou), setelah seharian mencari hasil hutan di dalam rimba atau kembali dari ladang (Hal 39).
Selain memuat kisah dari suku Punan Tuvu`, dalam buku ini tercantum sedikitnya 44 tanaman obat yang biasa dipergunakan masyarakat suku Punan Tuvu` untuk mengobati berbagai  jenis penyakit. Tanaman obat ini biasanya ditemukan di hutan atau ditanam di kebun atau pekarangan rumah.
Beberapa tanaman merupakan tanaman khas dari daerah Kalimantan, sedangkan beberapa lainnya merupakan tanaman lebih umum yang sebenarnya, dipakai juga oleh orang-orang di daerah lain di luar Kalimantan. Seperti, sup dayak yang biasa tumbuh di kebun dan di pinggir pondok, yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Ada pula buah mengkudu yang biasa ditemukan di pinggir pondok, yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah (hal 165).
Dari halaman 187 sampai dengan 372, berisi lebih dari 3.000 kata dari bahasa Punan Tuvu` yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Semua kisah dan pembahasan tanaman obat dalam buku ini memakai bahasa Punan Tuvu` yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga buku ini dapat dibaca dan dimengerti, baik oleh masyarakat suku Punan Tuvu` maupun masyarakat luas.   

Comments