Tetangga Kepo atau Kelebihan Perhatian


Menjadi penulis lepas dan keseringan berada di rumah itu, kadang bikin bete. Bukan bete karena kerjaannya dan sama orang rumah tapi bete sama orang-orang yang tinggal di sekitar rumah alias tetangga.

Terutama untuk tetangga yang kepo dan gak ngerti dengan kerjaan saya. Tetangga-tetangga yang kepo itu, bibirnya lebih-lebih dari ibu kos yang nagih sewa kosan karena saya telat bayar (pernah sekali ditagih kosan, pas numpang di tempat kakak yang lagi pergi ke luar negeri). Masih mending ibu kosan, kalau sudah saya bayar kosannya dan saya selalu bayar tepat waktu mereka gak pernah cerewet lagi.


Beda lho kalau punya tetangga kepo, bikin kita bete dan pengen ngasih tahu dia dengan toa biar gak kepo lagi,  bener juga kata salah satu artis terkenal yang saya lupa namanya "kalau saya hanya denger kata orang, saya bisa gila", mudah-mudahan gak sampai segitunya.

Kekepoan mereka itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali dengan pertanyaan yang sama, gak dijawab disangka sombong, dijawab merekanya yang gak ngerti-ngerti.

Memangnya kerja harus keluar rumah ya, harus selalu? Kayaknya kalau sekarang gak terlalu berlaku lagi, malahan kantor-kantor media massa suka pada dilupain sama repoter-reporter atau penulis-penulisnya karena sudah pada ngetik di laptop atau gadget lainnya yang canggih.

Jadi biar gak bete, nikmati kerjaan ini dengan segala kelebihannya dan anggap tetangga-tetangga yang kepo itu redaktur yang nyuruh dan memotivasi saya untuk rajin terus menulis.

Comments