Arisan Daging Sapi

Dahlia sibuk memegang spatula kayu dan menggesek-gesekan ke wajan yang kosong, dengan gerakan tak beraturan, kadang ke kanan, ke kiri, ke atas, dan bawah. Tatang suaminya yang baru pulang membecak bingung, melihat kelakuan perempuan yang sudah dinikahinya selama tujuh tahun ini.

Selepas sahur, saat dirinya berpamitan untuk mencari penumpang ke pasar, wajah istrinya begitu sumringah. Dahlia sibuk di dapur yang berada dibagian belakang rumah kontrakan yang pengap berukuran 4 x 3 meter, meracik bumbu sup, gulai, rendang, dan bumbu lainnya yang biasa digunakan untuk memasak masakan berbahan daging sapi.


“Akang mau tahu, kamu bisa masak apa saja dengan menggunakan daging sapi ?,” goda Tatang, yang dibalas dengan senyuman termanis untuk pria berkulit sawo matang itu.  

Maklum keluarga kecilnya, hanya bisa memasak dan makan sepuasnya dengan olahan daging sapi, kala Idul Adha. Itu pun, jika tetangga di sekitar tempat tinggalnya ada yang berkurban. Kalau tidak ada, maka wajan di rumahnya tak tersentuh lemak daging sapi, hingga sepanjang tahun. Sementara lidah mereka hanya bisa mencicipi daging sapi, jika membeli bakso dorong Mang Jajang itu pun paling sering sebulan sekali, atau ketika datang ke hajatan nikahan atau khitanan tetangganya.

Kini, Tatang hanya menemukan guratan kemuraman dan tatapan kosong dari wajah istrinya. Posisi duduk istrinya masih sama persis ketika delapan jam yang lalu dia pergi. Bedanya tadi pagi Dahlia sibuk mengulek kunyit, ketumbar, merica, bawang merah, dan bawang putih di atas cobek batu, sedangkan sekarang bumbu yang sudah halus tersebut telah berpindah ke dalam beberapa mangkuk bergambar ayam jago,  di atas meja kayu dengan cat cokelat yang sudah memudar. Dahlia masih menggesek-gesek spatulanya di atas wajan.

"Kenapa masaknya tidak dilanjutkan ?" Tatang mendekati istrinya
Matanya tertuju pada tabung LPG 3 kg, yang berada di bawah meja sementara di atasnya digunakan menyimpan kompor gas.

“Jangan-jangan gasnya sudah habis,” pikirnya, jadi istrinya tidak melanjutkan memasak.

Tetapi kalau tidak salah ingat rasanya baru kemarin pagi, istrinya memintanya untuk membeli tabung LPG itu. Tatang mencoba menyalakan kompor gas dan menyala, sehingga apa yang membuat istrinya seperti orang bingung ?

Dahlia tak juga bersuara, malah meninggalkan Tatang dalam keheranan, ia berlari ke luar, tak sampai satu menit perempuan itu sudah kembali lagi ke dapur, entah apa yang dicarinya. 

"Mang Didi sudah mudik," tanpa ada pertanyaan dari istrinya, Tatang lagi-lagi bersuara, Mang Didi merupakan tukang sayur langganan Dahlia yang sering lewat di depan rumah kontrakannya dan sudah mudik lebaran, ke kampung halamannya di Garut sejak seminggu yang lalu.

"Aku bukan sedang mencari Mang Didi," kali ini Dahlia tidak terpaku dalam diam

"Anak-anak ? Mereka ada di masjid lagi mencoba bedug baru," ujar Tatang, buru-buru bersuara

"Aku bingung Kang,"

"Maksudnya ? "

"Anak-anak tidak bisa menikmati gulai di lebaran besok, kita juga tidak bisa mengirim makanan untuk Emak," tutur Dahlia dengan terbata-bata dan suaranya nyaris tidak terdengar

"Lah kok bisa ?, bukannya kamu ikut arisan paket daging sapi di Bu Maru yang tinggal di RT tetangga,"

"Itu Kang masalahnya,”

Tatang yang kali ini diam, dia berpikir mungkin karena harga daging sapi yang melonjak, dua hari menjelang Idul Fitri, jadi berat daging sapi yang didapat istrinya dari arisan itu berkurang dari kesepakatan awal seberat 2,5 kg, sehingga Dahlia tidak bisa memasak gulai  .

“Hari ini harusnya pembagian arisan daging sapi itu, maka tadi pagi saya dan ibu-ibu yang lain ke sana,”

“Tetapi ketika sampai sana, rumah kontrakan yang ditempati Bu Maru sudah kosong," terang Dahlia dengan wajah muram

Sejak 10 bulan yang lalu Dahlia bersama ibu-ibu tetangga sekitar rumahnya, mengikuti arisan paket lebaran, ini tahun kedua Bu Maru mengadakan paket lebaran tetapi pada tahun sebelumnya semuanya beres, malah ada beberapa diantara peserta arisan yang bisa mengajak teman untuk jadi anggota arisan, mendapatkan tambahan daging sapi setengah kilo gram dengan cuma-cuma. Dahlia baru ikut arisan tahun ini, ia ingin keluarganya bisa menikmati menu istimewa masakan daging sapi, tidak lagi hanya ketupat dengan opor tempe dan tahu saja. 

Dahlia menyisikan uang Rp 5.000 setiap minggunya, dari hasil bekerja menjadi buruh cuci di kompleks perumahan sebelah dan menyisihkan uang pemberian suaminya. Harga daging sapi di Bu Maru memang lebih murah daripada harga di pasaran menjelang lebaran. Dengan uang Rp 200 ribu, anggota arisan mendapatkan daging sapi seberat 2, 5 kg padahal di pasaran harga daging sapi bisa mencapai Rp 120 ribu per kg.

Kabarnya Bu Maru bisa mendapatkan harga lebih murah, karena ia  mengambil langsung di tukang potong sapi kenalannya dan hitungannya membeli per ekor bukan per kilo gram.

"Bukannya kemarin sore, kita masih bertemu dengan Pak Maru?," Tatang semakin bingung

"Iya Kang, Bu Maru juga menjelang Maghrib lewat depan rumah ini. Baru tadi pagi saya sama ibu-ibu yang lain mengetahui mereka sudah kabur. Kita tidak bertanya sebelumnya, karena sesuai janji Bu Maru, hari ini pengambilan daging sapi dan paket lebaran yang lainnya,  tetapi rumahnya sudah sepi dan di telepon pun nomornya tidak aktif,"

Dahlia sudah tak bersemangat lagi untuk memasak, tak ada lagi uang untuk membeli lauk-pauk. Uang dari penghasilan suaminya sudah habis, dipakai membeli baju baru untuk dua anak laki-lakinya. Penghasilan suaminya tidak mencukupi jika hanya berasal dari mencari penumpang di pasar, karena menjelang lebaran seperti ini, tidak ada tambahan mengantarkan penumpang di kompleks perumahan, yang sudah pada mudik ke kampung halamannya masing-masing.

“Terus bagaimana kelanjutannya ?,” Tatang menghela napas panjang

"Jadinya tadi ramai-ramai melapor ke Polsek, di antar sama Pak RW, yang istrinya dan saudara-saudaranya juga ikut tertipu. Mudah-mudah bisa tertangkap walaupun daging sapinya  tidak mungkin kembali," harap Dahlia.

"Sudahlah masak yang ada, mungkin memang belum waktunya makan daging sapi hasil keringat sendiri," Tatang mengusap wajahnya dengan handuk kecil yang sedari tadi dilingkarkan di lehernya, lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudu.

Comments

  1. Sediiih bacanya. Aku sdh lama gak bikin cerpeb yat...pwngin lagi. Tp blm bisa lg.

    ReplyDelete
  2. Yatni juga maksain bikin cerpen nya, walaupun belum bisa hehehehe, biar ada coretan hahaha. Ayo Mbakku, semangat.Baca tulisan di blog Mbak Lisdha bikin betah bacanya

    ReplyDelete

Post a Comment