Mata bulat Tania
terus memerhatikan pot bunga kecil yang dia genggam, sesekali matanya menyipit
melihat kerikil yang diberi warna hijau seolah-olah bebatuan yang berhiaskan
lumut, plastik mika dengan pita putih masih tersimpul rapih menghiasi tanaman
imitasi yang ada di dalamnya. Tanaman mungil imitasi suvenir dari pernikahan
sahabatnya dua tahun yang lalu, sekarang dalam kondisi mati layaknya tanaman
hidup.
Tania tidak
mengerti dengan urusan tanaman, kesibukannya bekerja dan tugas ke luar kota
memaksanya membuang jauh-jauh keinginannya untuk merawat tanaman hidup. Ketika
dia mendapatkan suvenir itu, perempuan berambut sebahu ini hanya meletakkannya
di samping komputer di atas meja kerjanya yang menghadap ke jendela. Tania sesekali
memerhatikan tanaman imitasi mirip dengan lidah buaya tetapi berdaun lebih
tebal dan kaku, serta berwarna dominan hijau tua dengan garis putih pada
seluruh bagiannya, tatkala dirinya
berada di apartement yang sudah hampir lima tahun menjadi tempatnya
beristirahat saat berada di Ibu Kota
Enam bulan yang
lalu Tania berdinas ke luar kota, tanaman imitasi yang dia simpan di
apartementnya masih dalam keadaan segar, sekarang tanaman itu daunnya semakin
mengecil dan mengering.
Hingga sekarang
Tania tidak pernah paham Dendi dan Devina lebih memilih tanaman imitasi untuk
suvenir pernikahan, bukan tanaman hidup yang biasanya banyak dipilih pasangan
pengantin sebagai lambang cinta yang romantis sekaligus mengajak para undangan
kampanye go green. Beberapa kali Tania
mendapatkan suvenir bibit atau tanaman hidup seperti kaktus, anthurium, adenium,
dan jenis lainnya yang dilengkapi dengan penjelasan tata cara merawatannya,
tetapi selalu dia berikan kepada ibunya yang gemar sekali merawat tanaman di
halaman rumah mereka di Bandung.
Berbeda dengan
ibunya yang sangat telaten merawat bunga, Tania tidak pernah tertarik dengan
dunia flora. Sejak kecil Tania lebih senang mengeksplorasi berbagai hal yang berkaitan
dengan dunia otomotif dan elektronik, seperti membantu ayahnya ketika
memperbaiki mobil VW kodok kesayangan mereka atau mengotak-atik barang-barang
elektronik yang sering dilakukan bersama kakak laki-lakinya di akhir pekan.
Makanya seusai
menamatkan SMA, Tania lebih memilih melanjutkan pendidikannya di jurusan Teknik
Mesin pada salah satu Perguruan Tinggi Swasta di tempat dia dibesarkan.
Walaupun jumlah mahasiswi lebih sedikit daripada mahasiswa, Tania sama sekali
tidak merasa canggung malah dia merasa dilindungi oleh teman-teman prianya.
***
Konsep pesta
kebun dengan dominasi Bunga Matahari sebagai ornamennya, menambah suasana ceria
dan sempurna resepsi pernikahan Dendi dan Devina yang digelar pagi sampai sore
hari. Keakraban terjalin antara raja dan ratu sehari itu dengan para undangan,
tatkala kedua mempelai tak hanya duduk di pelaminan melainkan berkeliling
menyapa dan bercengkarama dengan tamu yang hadir.
Dendi dan Devina
pasangan yang sangat serasi, dengan wajah keduanya yang rupawan. Dendi dianugerahi
badan yang atletis, ketika mengenakan tuxedo berwarna putih dia terlihat sangat
gagah dan tampan, begitupun dengan Devina terlihat sangat anggun dalam balutan
gaun berwarna senada lengkap dengan tiara menghiasi rambutnya yang hitam
panjang terurai.
“Kapan kamu nyusul, apalagi yang kamu cari,?”
tanya Dendi kepada Tania.
“Nanti kalau aku
menemukan seseorang yang mengerti kesibukanku,” tandas Tania dengan nada ketus,
Dendi tahu sahabatnya ini paling alergi kalau ditanya tentang pernikahan.
“Tetep ya, ibu
yang satu ini naik pitam kalau ditanya itu,”
“Becanda kali
mas, mana Devina masa pengantin baru sudah pisah-pisah gini,” gurau Tania
sembari senyum simpul di depan sahabatnya itu.
“Selamat ya,
cepat dapat momongan dan awet selamanya,” sambung Tania pada kedua mempelai.
“Tuh kan, udah
nyumpahin kita pisah,” celetuk Dendi, disambut senyum manja Davina.
“Itu doa,
harusnya diaminkan pamali kalau
enggak,”
“Iya, nona kami
ucapakan terima kasih dan cepat menyusul juga,” Dendi dan Davina melangkah meninggalkan
Tania, menyapa tamu yang lain.
Tania sangat
bahagia melihat Dendi sahabatnya itu, akhirnya menikah dengan pujaan hatinya
yang telah merajut kisah asmara selama lebih dari lima tahun. Persahabat
keduanya terjalin sejak sama-sama duduk dibangku kuliah atau jauh lebih lama
dibandingkan cerita cinta Dendi dan Devina, sehingga Tania maupun Dendi tahu
kehidupan pribadi masing-masing, termasuk bagaimana perjuangan Dendi
mendapatkan cinta Devina yang banyak mendapatkan masukan dari Tania untuk
meluluhkan hati perempuan, walaupun cerita cinta Tania belum berlabuh di hati
pria manapun.
Kebanyakan orang
berpendapat tidak akan pernah ada persahabatan murni antara laki-laki dan
perempuan, tetapi hal itu tidak berlaku dalam perjalanan persahabatan Dendi dan
Tania. Mereka berdua sudah merasa seperti saudara kandung yang saling
memberikan semangat ketika patah hati dan saling mendukung saat menemukan
tambatan hati, uniknya Tania tidak pernah mengurusi kisah cinta sahabatnya itu
ketika sudah menjadi sepasang kekasih.
***
Selepas Dendi
menikah, Tania mendapatkan promosi dari perusahannya menjadi kepala cabang di
luar Jakarta, praktis keduanya jarang sekali bertemu. Dalam satu bulan kadang
Tania hanya satu minggu berada di Ibu Kota itu pun digunakan untuk meeting di
kantor pusat dan menemui orangtuanya di Kota Kembang, malah bisa
berbulan-bulan keliling Indonesia tanpa
sempat pulang, karena tugasnya penuh mengawasi
kinerja para pegawai di kantor cabang dari perusahaan dia bekerja yang tersebar
di Nusantara.
Bahkan ketika
Devina melahirkan, Tania sama sekali tidak sempat melihat langsung buah hati
sahabatnya itu hingga kini. Hanya melalui video dan foto yang dikirim Dendi
melalui e-mail pribadi Tania, sehingga dia tahu seperti siapa wajah bayi
perempuan yang diberi nama Sofie, hidungnya mancung persis seperti ayah dan
mata sipit juga lesung pipinya mewarisi kecantikan ibunya.
Pekerjaan memang
menjadi prioritas utama perempuan yang sudah menginjak usia 30 tahun ini. Tania
seefektif mungkin menggunakan teknologi komunikasi yang ada untuk selalu
terhubung dengan orang-orang terdekatnya dan juga sahabat terbaiknya itu, Dendi
selalu menggoda Tania untuk segera menikah dan mengurangi kesibukannya dalam
berkarier, tapi Tania selalu menanggapi dingin bahkan mengalihkan semua obrolan
yang menjurus kepada rumah tangga.
***
Tania secara
detail mengamati tanaman itu dan membawanya ke balkon supaya dapat melihat
dengan jelas seluruh bagiannya, hanya teras berukuran 1,5 meter x 1,5 meter
itulah yang terkena sinar matahari langsung dari seluruh ruangan yang ada di
apartement, tangan Tania sibuk membuka plastik mika yang selama dua tahun ini
menutupi tanaman imitasi itu.
Dengan telaten
jari-jari Tania menyentuh ujung daun yang telah kering, tanaman itu langsung
terlepas dari kerikil, ternyata media tanam yang digunakan terdiri dari
beberapa lapisan, lapisan kedua adalah sekam dan juga pasir yang ada di lapisan
dasar pot kecil berwarna hitam. Tania memungut tanaman yang terjatuh ke lantai
keramik putih mengkilat, ditelitinya seluruh bagian tanaman yang hanya memiliki
tinggi sekitar lima cm, dan terdiri dari delapan buah daun tebal yang
bercabang.
Dia baru
menyadari ketika matanya melihat pada ujung bagian bawah tanaman imitasi
tersebut ternyata memiliki akar, Tania menyemprotkan air pada seluruh bagian
tanaman itu, namun semuanya sudah terlambat tanaman itu tetap tidak mengalami
perubahan apapun.
Tanaman yang
selama ini diyakini Tania sebagai tanaman imitasi miniatur lidah buaya,
merupakan tumbuhan hidup yang sama sekali dia tidak tahu termasuk jenis tanaman
apa, karena selama ini dia belum pernah menemukannya baik dalam koleksi tanaman
milik ibunya maupun di tempat lain. Tania mencari informasi di internet,
sementara tanaman itu dia letakkan kembali di atas pot yang bentuknya sudah tidak beraturan.
Dengan lincah
tangan lentik Tania mengetikkan kata “suvenir tanaman pernikahan” di mesin
pencarian google, muncul beberapa nama dan gambar tanaman yang sering dijadikan
cendramata pernikahan. Mata Tania terpaku pada salah satu gambar yang ditampilkan
di dalam satu website yang menurut Tania sama dengan tanaman yang
diberikan oleh Dendi dan Devina. Ya, Haworthia namanya, tanaman yang satu ini
termasuk dalam sukulen daun, di mana
pada seluruh bagiannya banyak mengandung air seperti juga kaktus maupun lidah
buaya. Pemeliharaan Haworthia sangat mudah jika kita mengerti cara merawatnya,
cukup dengan penyiraman empat hari sekali di saat musim kemarau dan satu bulan
sekali di kala musim hujan. Tanaman ini suka akan cahaya matahari, tetapi bukan
berarti meletakkannya langsung di bawah terik matahari, melainkan di dalam
ruangan yang terkena sinar matahari.
Maka tidak
mengherankan jika tanaman yang banyak tumbuh di daerah gurun ini, dipilih orang
sebagai suvenir untuk berbagai acara termasuk pernikahan. Tetapi sayangnya Tania
sama sekali tidak pernah memberikan
perawatan pada tanaman ini, dia hanya sesekali mengelap kepingan daunnya yang
kotor akibat terkena debu, selain itu tidak pernah ada pemeliharaan yang
dilakukan perempuan ini.
“Selama ini aku tidak merawatnya, kenapa aku
sampai tidak tahu seperti ini, kenapa juga enggak ada penjelasan cara
merawatnya,” keluh Tania.
Hatinya terasa
tersiksa, sahabatnya mengajakanya untuk mencintai alam, tetapi karena
keteledorannya tanaman itu mati. Tania tertegun memandangi Haworthia yang sudah
tidak bisa lagi tumbuh karena akarnya yang telah mati beberapa waktu lalu.
Dia hanya
memandangi tanaman itu, dan segera mengambil ponsel yang ada di saku bajunya
untuk menghubungi Dendi, belum sempat mencari nomor sahabatnya itu, sudah ada
pesan yang masuk ke dalam handphonenya dengan nama pengirim Dendi.
“Anak ini
panjang umur, baru aku mau tanya tentang tanaman ini, eh sudah ada SMS,”
Tangannya segera
menekan tombol di ponsel untuk membuka pesan singkat yang masuk, “Innalillahi Wa Inna Illahi Roji`uun, telah meninggal
dunia Dendi pukul 09.00 WIB, kami keluarga besar mohon maaf untuk semua
kesalahan dan khilaf yang telah diperbuat adik kami (Indra)”
Dia sama sekali
tidak percaya dengan isi SMS tersebut, “Lelucon macam apa, kamu Dendi, ini sama
sekali tidak lucu,” Tania membatin, Dendi yang selama ini dia kenal sangat kuat
dan tidak memiliki riwayat penyakit kronis.
Tania hanya
mengingat satu tahun lalu, sempat mendapatkan kabar Dendi pernah tak sadarkan
diri ketika dibangunkan istrinya. Namun perempuan berkulit putih ini hanya
menanyakan kabar melalui telepon, lagi-lagi kesibukan di luar kota benar-benar
tidak bisa ditinggalkan.
Dendi yang dari
dulu memiliki selera humor yang tinggi, mengaku hanya sakit kepala biasa yang
dia rasakan sebelum tidur dan waktu itu bukan pingsan tetapi karena tidurnya
terlalu nyenyak akibat minum obat pereda sakit sehingga sampai siang belum juga
bangun.
Tania berharap
apa yang dikabarkan Dendi tentang kondisinya benar adanya, pria berhidung
mancung itu tidak pernah mau membuat cemas orang-orang terdekatnya. Tania ingat
benar ketika mereka kuliah, Dendi selalu mengendarai sepeda motor ke kampus,
kala itu hujan rintik-rintik Dendi buru-buru harus pulang untuk menjemput
ibunya di Stasiun Bandung, karena kondisi tanah di parkiran kampus yang licin
maka roda sepeda motornya tergelincir dan Dendi pun terjatuh.
Semua yang ada
di kampus segera menolong Dendi yang mengalami luka pada bagian kakinya akibat
tertimpa sepeda motor. Dendi masih sadar dan cengengesan bahwa kakinya tidak sakit, padahal pada waktu itu banyak
mengeluarkan darah.
Ketika hendak ke
rumah sakit di dalam ambulan, Dendi langsung pingsan dan harus menjalani
perawatan di rumah sakit selama beberapa bulan guna melakukan pemulihan dan
terapi supaya bisa berjalan kembali secara normal.
***
Dalam kekalutan
pikirannya akan kabar Dendi yang telah tiada, Tania bergegas memacu mobilnya
meluncur ke Bogor, tempat di mana selama ini keluarga kecil sahabatnya tinggal.
Rumah Dendi yang persis berada di blok awal perumahan ditandai dengan bendera
kuning sebagai simbol berkabung, begitupun karangan bunga bela sungkawa
memenuhi halaman rumah bercat ungu muda.
Tania masih
tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, kakinya terus melangkah mendekati kerumunan
para pelayat yang kebanyakan mengenakan pakai hitam, dia masih berharap dirinya
tengah bermimpi yang sangat buruk dalam hidupnya dan akan segera terbangun.
Namun semuanya
tidak dapat dipungkiri lagi, ketika memasuki ruang tengah Tania baru percaya
jika sahabatnya itu telah tiada, jenazah Dendi telah dikafani dan istrinya
Devina tengah melantunkan ayat-ayat suci disamping jenazah suaminya bersama
orangtua dan kerabatanya yang lain.
Di depan pintu
masuk Langkah Tania terhenti, ketika Indra kakak Dendi menahannya “ Maafkan
adik kami Tania atas semua kesalahannya, terima kasih telah menjadi sahabatnya
selama ini,” ucap Indra yang menggendong Sofie, buah cinta Dendi dan Devina.
“Dendi sakit
apa, mas,” tutur Tania dengan terbata-bata, air matanya terus mengalir tanpa
henti.
“Menurut dokter
Dendi mengidap kanker otak stadium lanjut, satu tahun lalu dia sempat dioperasi
dan kemoterapi. Kemarin menjalani kemoterapi yang terakhir. Tapi takdir berkata
lain,”
Tania tidak bisa
berkata-kata lagi, berarti suvenir tanaman itu jangan-jangan pertanda, ah
sudahlah Tania tidak mau melanjutkan pemikirannya yang tidak masuk akal itu.
“Kematian itu
bukan diukur berdasarkan benda, usia, ataupun penyakit, tetapi karena sudah
waktunya harus kembali pulang pada Sang Pencipta,” tutur Tania dalam hati.
1 Januari 2014
Cerpen ini pernah saya kirim ke salah satu majalah pada tahun 2014, tetapi sayang tidak pernah ada respon cerpen saya ditolak, sehingga daripada saya simpan, saya posting di blog ini, mungkin ada kritik dan saran saya ucapkan terima kasih
Cerpen ini pernah saya kirim ke salah satu majalah pada tahun 2014, tetapi sayang tidak pernah ada respon cerpen saya ditolak, sehingga daripada saya simpan, saya posting di blog ini, mungkin ada kritik dan saran saya ucapkan terima kasih
Comments
Post a Comment