Haworthia untuk Tania


 
Dok : Nika_Akin by pixabay.com

 
Mata bulat Tania terus memerhatikan pot bunga kecil yang dia genggam, sesekali matanya menyipit melihat kerikil yang diberi warna hijau seolah-olah bebatuan yang berhiaskan lumut, plastik mika dengan pita putih masih tersimpul rapih menghiasi tanaman imitasi yang ada di dalamnya. Tanaman mungil imitasi suvenir dari pernikahan sahabatnya dua tahun yang lalu, sekarang dalam kondisi mati layaknya tanaman hidup. 

 
Tania tidak mengerti dengan urusan tanaman, kesibukannya bekerja dan tugas ke luar kota memaksanya membuang jauh-jauh keinginannya untuk merawat tanaman hidup. Ketika dia mendapatkan suvenir itu, perempuan berambut sebahu ini hanya meletakkannya di samping komputer di atas meja kerjanya yang menghadap ke jendela. Tania sesekali memerhatikan tanaman imitasi mirip dengan lidah buaya tetapi berdaun lebih tebal dan kaku, serta berwarna dominan hijau tua dengan garis putih pada seluruh bagiannya,  tatkala dirinya berada di apartement yang sudah hampir lima tahun menjadi tempatnya beristirahat saat berada di Ibu Kota
Enam bulan yang lalu Tania berdinas ke luar kota, tanaman imitasi yang dia simpan di apartementnya masih dalam keadaan segar, sekarang tanaman itu daunnya semakin mengecil  dan mengering.
Hingga sekarang Tania tidak pernah paham Dendi dan Devina lebih memilih tanaman imitasi untuk suvenir pernikahan, bukan tanaman hidup yang biasanya banyak dipilih pasangan pengantin sebagai lambang cinta yang romantis sekaligus mengajak para undangan kampanye go green. Beberapa kali Tania mendapatkan suvenir bibit atau tanaman hidup seperti kaktus, anthurium, adenium, dan jenis lainnya yang dilengkapi dengan penjelasan tata cara merawatannya, tetapi selalu dia berikan kepada ibunya yang gemar sekali merawat tanaman di halaman rumah mereka di Bandung.
Berbeda dengan ibunya yang sangat telaten merawat bunga, Tania tidak pernah tertarik dengan dunia flora. Sejak kecil Tania lebih senang mengeksplorasi berbagai hal yang berkaitan dengan dunia otomotif dan elektronik, seperti membantu ayahnya ketika memperbaiki mobil VW kodok kesayangan mereka atau mengotak-atik barang-barang elektronik yang sering dilakukan bersama kakak laki-lakinya di akhir pekan.
Makanya seusai menamatkan SMA, Tania lebih memilih melanjutkan pendidikannya di jurusan Teknik Mesin pada salah satu Perguruan Tinggi Swasta di tempat dia dibesarkan. Walaupun jumlah mahasiswi lebih sedikit daripada mahasiswa, Tania sama sekali tidak merasa canggung malah dia merasa dilindungi oleh teman-teman prianya.
***
Konsep pesta kebun dengan dominasi Bunga Matahari sebagai ornamennya, menambah suasana ceria dan sempurna resepsi pernikahan Dendi dan Devina yang digelar pagi sampai sore hari. Keakraban terjalin antara raja dan ratu sehari itu dengan para undangan, tatkala kedua mempelai tak hanya duduk di pelaminan melainkan berkeliling menyapa dan bercengkarama dengan tamu yang hadir.
Dendi dan Devina pasangan yang sangat serasi, dengan wajah keduanya yang rupawan. Dendi dianugerahi badan yang atletis, ketika mengenakan tuxedo berwarna putih dia terlihat sangat gagah dan tampan, begitupun dengan Devina terlihat sangat anggun dalam balutan gaun berwarna senada lengkap dengan tiara menghiasi rambutnya yang hitam panjang terurai. 
 “Kapan kamu nyusul, apalagi yang kamu cari,?” tanya Dendi kepada Tania.
“Nanti kalau aku menemukan seseorang yang mengerti kesibukanku,” tandas Tania dengan nada ketus, Dendi tahu sahabatnya ini paling alergi kalau ditanya tentang pernikahan.
“Tetep ya, ibu yang satu ini naik pitam kalau ditanya itu,”
“Becanda kali mas, mana Devina masa pengantin baru sudah pisah-pisah gini,” gurau Tania sembari senyum simpul di depan sahabatnya itu.
“Selamat ya, cepat dapat momongan dan awet selamanya,” sambung Tania pada kedua mempelai.
“Tuh kan, udah nyumpahin kita pisah,” celetuk Dendi, disambut senyum manja Davina.
“Itu doa, harusnya diaminkan pamali kalau enggak,”
“Iya, nona kami ucapakan terima kasih dan cepat menyusul juga,” Dendi dan Davina melangkah meninggalkan Tania, menyapa tamu yang lain.
Tania sangat bahagia melihat Dendi sahabatnya itu, akhirnya menikah dengan pujaan hatinya yang telah merajut kisah asmara selama lebih dari lima tahun. Persahabat keduanya terjalin sejak sama-sama duduk dibangku kuliah atau jauh lebih lama dibandingkan cerita cinta Dendi dan Devina, sehingga Tania maupun Dendi tahu kehidupan pribadi masing-masing, termasuk bagaimana perjuangan Dendi mendapatkan cinta Devina yang banyak mendapatkan masukan dari Tania untuk meluluhkan hati perempuan, walaupun cerita cinta Tania belum berlabuh di hati pria manapun.
Kebanyakan orang berpendapat tidak akan pernah ada persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan, tetapi hal itu tidak berlaku dalam perjalanan persahabatan Dendi dan Tania. Mereka berdua sudah merasa seperti saudara kandung yang saling memberikan semangat ketika patah hati dan saling mendukung saat menemukan tambatan hati, uniknya Tania tidak pernah mengurusi kisah cinta sahabatnya itu ketika sudah menjadi sepasang kekasih.
***
Selepas Dendi menikah, Tania mendapatkan promosi dari perusahannya menjadi kepala cabang di luar Jakarta, praktis keduanya jarang sekali bertemu. Dalam satu bulan kadang Tania hanya satu minggu berada di Ibu Kota itu pun digunakan untuk meeting di kantor pusat dan menemui orangtuanya di Kota Kembang, malah bisa berbulan-bulan  keliling Indonesia tanpa sempat pulang, karena tugasnya penuh  mengawasi kinerja para pegawai di kantor cabang dari perusahaan dia bekerja yang tersebar di Nusantara.
Bahkan ketika Devina melahirkan, Tania sama sekali tidak sempat melihat langsung buah hati sahabatnya itu hingga kini. Hanya melalui video dan foto yang dikirim Dendi melalui e-mail pribadi Tania, sehingga dia tahu seperti siapa wajah bayi perempuan yang diberi nama Sofie, hidungnya mancung persis seperti ayah dan mata sipit juga lesung pipinya mewarisi kecantikan ibunya.
Pekerjaan memang menjadi prioritas utama perempuan yang sudah menginjak usia 30 tahun ini. Tania seefektif mungkin menggunakan teknologi komunikasi yang ada untuk selalu terhubung dengan orang-orang terdekatnya dan juga sahabat terbaiknya itu, Dendi selalu menggoda Tania untuk segera menikah dan mengurangi kesibukannya dalam berkarier, tapi Tania selalu menanggapi dingin bahkan mengalihkan semua obrolan yang menjurus kepada rumah tangga.
***
Tania secara detail mengamati tanaman itu dan membawanya ke balkon supaya dapat melihat dengan jelas seluruh bagiannya, hanya teras berukuran 1,5 meter x 1,5 meter itulah yang terkena sinar matahari langsung dari seluruh ruangan yang ada di apartement, tangan Tania sibuk membuka plastik mika yang selama dua tahun ini menutupi tanaman imitasi itu. 
Dengan telaten jari-jari Tania menyentuh ujung daun yang telah kering, tanaman itu langsung terlepas dari kerikil, ternyata media tanam yang digunakan terdiri dari beberapa lapisan, lapisan kedua adalah sekam dan juga pasir yang ada di lapisan dasar pot kecil berwarna hitam. Tania memungut tanaman yang terjatuh ke lantai keramik putih mengkilat, ditelitinya seluruh bagian tanaman yang hanya memiliki tinggi sekitar lima cm, dan terdiri dari delapan buah daun tebal yang bercabang.
Dia baru menyadari ketika matanya melihat pada ujung bagian bawah tanaman imitasi tersebut ternyata memiliki akar, Tania menyemprotkan air pada seluruh bagian tanaman itu, namun semuanya sudah terlambat tanaman itu tetap tidak mengalami perubahan apapun.
Tanaman yang selama ini diyakini Tania sebagai tanaman imitasi miniatur lidah buaya, merupakan tumbuhan hidup yang sama sekali dia tidak tahu termasuk jenis tanaman apa, karena selama ini dia belum pernah menemukannya baik dalam koleksi tanaman milik ibunya maupun di tempat lain. Tania mencari informasi di internet, sementara tanaman itu dia letakkan kembali di atas pot  yang bentuknya sudah tidak beraturan.
Dengan lincah tangan lentik Tania mengetikkan kata “suvenir tanaman pernikahan” di mesin pencarian google, muncul beberapa nama dan gambar tanaman yang sering dijadikan cendramata pernikahan. Mata Tania terpaku pada salah satu gambar yang ditampilkan di dalam satu website  yang  menurut Tania sama dengan tanaman yang diberikan oleh Dendi dan Devina. Ya, Haworthia namanya, tanaman yang satu ini termasuk dalam sukulen daun,  di mana pada seluruh bagiannya banyak mengandung air seperti juga kaktus maupun lidah buaya. Pemeliharaan Haworthia sangat mudah jika kita mengerti cara merawatnya, cukup dengan penyiraman empat hari sekali di saat musim kemarau dan satu bulan sekali di kala musim hujan. Tanaman ini suka akan cahaya matahari, tetapi bukan berarti meletakkannya langsung di bawah terik matahari, melainkan di dalam ruangan yang terkena sinar matahari.
Maka tidak mengherankan jika tanaman yang banyak tumbuh di daerah gurun ini, dipilih orang sebagai suvenir untuk berbagai acara termasuk pernikahan. Tetapi sayangnya Tania sama sekali  tidak pernah memberikan perawatan pada tanaman ini, dia hanya sesekali mengelap kepingan daunnya yang kotor akibat terkena debu, selain itu tidak pernah ada pemeliharaan yang dilakukan perempuan ini.
 “Selama ini aku tidak merawatnya, kenapa aku sampai tidak tahu seperti ini, kenapa juga enggak ada penjelasan cara merawatnya,” keluh Tania.
Hatinya terasa tersiksa, sahabatnya mengajakanya untuk mencintai alam, tetapi karena keteledorannya tanaman itu mati. Tania tertegun memandangi Haworthia yang sudah tidak bisa lagi tumbuh karena akarnya yang telah mati beberapa waktu lalu.
Dia hanya memandangi tanaman itu, dan segera mengambil ponsel yang ada di saku bajunya untuk menghubungi Dendi, belum sempat mencari nomor sahabatnya itu, sudah ada pesan yang masuk ke dalam handphonenya dengan nama pengirim Dendi.
“Anak ini panjang umur, baru aku mau tanya tentang tanaman ini, eh sudah ada SMS,”
Tangannya segera menekan tombol di ponsel untuk membuka pesan singkat yang masuk, “Innalillahi Wa Inna Illahi Roji`uun, telah meninggal dunia Dendi pukul 09.00 WIB, kami keluarga besar mohon maaf untuk semua kesalahan dan khilaf yang telah diperbuat adik kami (Indra)
Dia sama sekali tidak percaya dengan isi SMS tersebut, “Lelucon macam apa, kamu Dendi, ini sama sekali tidak lucu,” Tania membatin, Dendi yang selama ini dia kenal sangat kuat dan tidak memiliki riwayat penyakit kronis. 
Tania hanya mengingat satu tahun lalu, sempat mendapatkan kabar Dendi pernah tak sadarkan diri ketika dibangunkan istrinya. Namun perempuan berkulit putih ini hanya menanyakan kabar melalui telepon, lagi-lagi kesibukan di luar kota benar-benar tidak bisa ditinggalkan.
Dendi yang dari dulu memiliki selera humor yang tinggi, mengaku hanya sakit kepala biasa yang dia rasakan sebelum tidur dan waktu itu bukan pingsan tetapi karena tidurnya terlalu nyenyak akibat minum obat pereda sakit sehingga sampai siang belum juga bangun.
Tania berharap apa yang dikabarkan Dendi tentang kondisinya benar adanya, pria berhidung mancung itu tidak pernah mau membuat cemas orang-orang terdekatnya. Tania ingat benar ketika mereka kuliah, Dendi selalu mengendarai sepeda motor ke kampus, kala itu hujan rintik-rintik Dendi buru-buru harus pulang untuk menjemput ibunya di Stasiun Bandung, karena kondisi tanah di parkiran kampus yang licin maka roda sepeda motornya tergelincir dan Dendi pun terjatuh.  
Semua yang ada di kampus segera menolong Dendi yang mengalami luka pada bagian kakinya akibat tertimpa sepeda motor. Dendi masih sadar dan cengengesan bahwa kakinya tidak sakit, padahal pada waktu itu banyak mengeluarkan darah.
Ketika hendak ke rumah sakit di dalam ambulan, Dendi langsung pingsan dan harus menjalani perawatan di rumah sakit selama beberapa bulan guna melakukan pemulihan dan terapi supaya bisa berjalan kembali secara normal.
***
Dalam kekalutan pikirannya akan kabar Dendi yang telah tiada, Tania bergegas memacu mobilnya meluncur ke Bogor, tempat di mana selama ini keluarga kecil sahabatnya tinggal. Rumah Dendi yang persis berada di blok awal perumahan ditandai dengan bendera kuning sebagai simbol berkabung, begitupun karangan bunga bela sungkawa memenuhi halaman rumah bercat ungu muda.
Tania masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, kakinya terus melangkah mendekati kerumunan para pelayat yang kebanyakan mengenakan pakai hitam, dia masih berharap dirinya tengah bermimpi yang sangat buruk dalam hidupnya dan akan segera terbangun.
Namun semuanya tidak dapat dipungkiri lagi, ketika memasuki ruang tengah Tania baru percaya jika sahabatnya itu telah tiada, jenazah Dendi telah dikafani dan istrinya Devina tengah melantunkan ayat-ayat suci disamping jenazah suaminya bersama orangtua dan kerabatanya yang lain.
Di depan pintu masuk Langkah Tania terhenti, ketika Indra kakak Dendi menahannya “ Maafkan adik kami Tania atas semua kesalahannya, terima kasih telah menjadi sahabatnya selama ini,” ucap Indra yang menggendong Sofie, buah cinta Dendi dan Devina.
“Dendi sakit apa, mas,” tutur Tania dengan terbata-bata, air matanya terus mengalir tanpa henti. 
“Menurut dokter Dendi mengidap kanker otak stadium lanjut, satu tahun lalu dia sempat dioperasi dan kemoterapi. Kemarin menjalani kemoterapi yang terakhir. Tapi takdir berkata lain,”
Tania tidak bisa berkata-kata lagi, berarti suvenir tanaman itu jangan-jangan pertanda, ah sudahlah Tania tidak mau melanjutkan pemikirannya yang tidak masuk akal itu.
“Kematian itu bukan diukur berdasarkan benda, usia, ataupun penyakit, tetapi karena sudah waktunya harus kembali pulang pada Sang Pencipta,” tutur Tania dalam hati.  

 1 Januari 2014

Cerpen ini pernah saya kirim ke salah satu majalah pada tahun 2014, tetapi sayang tidak pernah ada respon cerpen saya ditolak, sehingga daripada saya simpan, saya posting di blog ini, mungkin ada kritik dan saran saya ucapkan terima kasih




Comments